EKONOMI ISLAM: SOSIALISME
ATAU PASARAN BEBAS
INI persoalan
yang pernah mengisi benakku: apa itu Islam dan apakah bentuk ekonominya?
Kurang lebih satu tahun
yang lalu aku menyelip pandangan di halaman Kiyai Hussein Mohamad karena
teringat kembali pergelutan intelektual zaman mudaku. Beliau berpendapat
"Kesetaraan manusia d[an] Cinta adalah keniscayaan fundamental doktrin
Tauhid (Ke-Esa-an Tuhan)". Ini mengundang komen bahawa justru sosialisme
adalah ideologi yang asli dari Islam. Aku tidak menafikan kemungkinan ini
karena al-Qur'an tegas menuntut kesetaraan (equality) sekurang-kurangnya
di sisi Allah. Yang ini dilihat oleh aku sebagai satu kesempurnaan yang tidak
bisa diatur dalam masyarakat manusia karena Tuhan sendiri, dalam ciptaanNya,
menjadikan diversity, yaitu
perbedaan di antara tiap satu makhluk manusia ciptaanNya, suatu sifat yang
memang positif. Namun diversity ini
telah membawa kepada kepincangan dalam mengatur masysrakat manusia karena diversity ditafsir
sebagai inequality.
Ini amatlah mengesalkan, tetapi ianya satu kebenaran yang tidak dapat dielak.
Karena, menurut Voltaire, dependence atau keadaan tidak mandiri itu
membawa kepada ketidaksetaraan (inequality).
Dan ketidakmandiri-an itu timbulnya dari keadaan fizik atau mental yang lemah
berbanding yang kuat -- apa adanya yang telah dianugerahkan oleh Sang Pencipta.
Maka timbul ketidaksetaraan. Yang ini pula wujud dalam berbagai bentuk
tergantung atas periode sejarah politik [tuan dan hamba; raja dan rakyat;
majikan dan karyawan -- pendek kata, kaya dan miskin]. Keadaan ekonomi-politik
masyarakat inilah yang jelas ditangani oleh al-Qur'an.
Yang demikian, kesetaraan itu tidak boleh tidak wujud
hanya dengan keberadaan cinta. Tanpa cinta, yang lahir hanya kepincangan
seperti yang dialami dari zaman ke zaman. Tetapi cinta yang amat dibutuhkan
oleh umat manusia ini sepertinya tidaklah alami atau natural. Maka timbul
persoalan tentang keadaan alami manusia, yaitu natural
state manusia. Apakah dianya seperti kain putih yang polos (tabula rasa), yaitu dianya
bisa dibentuk dengan didikan dan pengaruh lingkungannya, atau manusia wujud
dengan naluri sedia ada? Menurut pendapat golongan Utilitarian [di sini aku lebih
melihat dari segi falsafah ekonomi-politik karena yang dibahaskan di sini
adalah ekonomi atau dalam kata pak kiyai, "...sosialisme Islam dan apakah
konsep dan konstruknya"] manusia ini didorong oleh sifat rakus (self-interest) yang
dari segi ekonomi bernyawa dalam kapitalisme atau free
market , yakni pasaran bebas. Dari segi operasinya, bentuk
ekonomi ini mementingkan keuntungan yang maksimal (profit
maximisation) dan dinamisnya itu dengan sendiri diatur oleh
keperluan menjana keuntungan.
Sebaliknya, sosialisme yang berpremiskan cinta sesama
manusia menekankan pengagihan kekayaan dan bukan penjanaannya. Pengagihan
kekayaan ini benar-benar idealisme yang sejajar dengan perutusan terkandung di
dalam al-Qur'an. Dilemanya di sini adalah samada tanpa fokus kepada penjanaan
kekayaan bisa ada pengagihan kekayaan yang seterusnya bisa mendirikan komunitas
Islam yang teguh, gagah dan mantap karena ingat, Allah mewajibkan bahawa
agamanya dipertahankan hingga ke medan perang jika perlu. Justru perekonomian
adalah foundasi penting, yang didahului hanya oleh iman, yang bakal menjayakan
agama Allah baik dari segi kemsayarakatan maupun politik. Inilah yang mendesak
umat Islam supaya memikir kembali sistem perekonomian sedia ada dan menjawab
persoalan, "Apakah itu ekonomi Islam?"
Ketidakmantapan sosialisme sebagai sistem ekonomi yang
boleh membangunkan ummah yang agung mengalih perhatian kita kepada ekonomi
pasaran bebas atau kapitalisme. Memang benar kapitalisme telah berjaya
membangunkan negara yang kaya. Tetapi jika dilihat apa yang sedang melanda
ekonomi-ekonomi Barat yang nyata adalah kepincangannya sistem yang berasaskan
kepentingan diri ini. Dalam setiap pesaingan itu pasti ada yang menang dan ada
pula yang kalah. Sistem perekonomian di mana persaingan menjadi mesin dinamo
kekayaan tidak boleh tidak akan menyebabkan sebilangan besar masyarakat jatuh
miskin dan golongan kaya hanya segelintir. Tanpa ada kebijakan ekonomi-politik
negara yang dengan jelas bermaksud mengagih kekayaan (pribadi maupun negara) di
antara rakyat seluruhnya, sistem kapitalisme tidak cocok dengan agama Allah.
Ternyata, Islam mempunyai ekonominya tersendiri,
diatur untuk memanfaatkan kehidupan yang moral dan membolehkanmoral agency. Karena tanpa moral agency tidak
harus manusia dihukum nanti di Padang Mahsyar. Nah, itu dia agama, untuk
menentukkan bentuk akhirat. Justru ada yang baik dan ada yang jahat; yang
pertama merupakan bekalan syurga dan yang kedua itu tidak bakal menjadi
penghuni syurga.
Kekayaan di dalam al-Qur'an adalah anugerah Allah buat
manusia tertentu dan kita yang sebaliknya diberi hidup sederhana tidak harus
mengiri karena orang kaya itu diduga Tuhan dengan cara yang paling halus.
Satu-satunya institusi ekonomi Islam adalah zakat. Bertujuan menghasilkan
masyarakat manusia yang adil dan saksama, membayar zakat itu adalah amanah --
kekayaan sebagai titipan Allah -- yang besar yang jika disia-siakan akan
membawa padah yang paling perih: khususnya ini adalah definisi penghuni neraka jahanam.
Bagi seorang Muslim yang beriman amanah itu pasti akan membentuk pribadi yang
baik, tidak mungkin tidak.
Sekaligus Allah sudah mencipta perekonomian yang
paling sempurna:
§ al-Qur'an
tidak mengharamkan kekayaan dan penjanaannya -- dengan itu sistem ekonomi yang
ada yang paling hebat menjana kekayaan adalah pasaran bebas.
§ kekayaan
di dalam al-Qur'an didefinisikan sebagai "titipan Allah" -- yang
diberi kekayaan itu melalui usahanya yang sukses diwajibkan menunai fardhu
kifayah (social
obligations) berbentuk pembayaran zakat
§ institusi
ZAKAT adalah institusi keuangan Islam paling agung karena penggunaannya
ditetapkan tanpa bisa dibahaskan. [al-Qur'an: 9;60] "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf),
untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang,
untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana." Dan
dari sinilah lahirnya unsur-unsur yang di dalam peradaban kontemporer dipanggil
sosialisme.
§ pengharaman riba di dalam al-Qur'an
adalah falsafah yang mendirikan kebenaran; yang menyerlahkan keadilan; dan,
yang menggaris jalan tuju ummah. Kesimpulannya adalah bahawa al-Qur'an jelas
mengharamkan eksploitasi antara manusia baik dari segi keuangan, jual-beli dan
hubungan antara majikan dan karyawan. Dalam berinteraksi sesama manusia
diharamkan segala keadaan yang berunsur mengambil kesempatan secara keji.
Kesempatan itu bila dimanfaatkan untuk diri sendiri mestilah bersifat seimbang
dan tidak keterlaluan. Pendek kata kesopanan itu adalah di dalam Islam,
kemuliaan diri paling tinggi bagi menggapai sifat yang disempurnakan oleh Allah
untuk manusia [al-Qur'an: 15;29]"Maka
apabila Aku telah menyempurnakannya, dan Aku telah meniupkan ruh-Ku ke
dalamnya..."
Pasti ada di antara para sarjana ekonomi yang tidak
setuju karena telah terbukti bahawa sistem berhidu welfarism atau
kebajikan membawa kepada kemalasan. Tetapi karena yang dibahaskan di sini
adalah Ekonomi Islam, buntutnya iman itu tonggak kehidupan. Tanpa iman
pengertian Islam itu hilang, kabur dengan sendirinya. Dalam menegakkan
perekonomian Islam adalah penting setiap perbahasan dan pendapat itu
berhujahkan iman dan berlandaskan ummah. Teorinya harus begini.
Namun dalam mempraktikan perekonomian Islam dampaknya
adalah terbuka dan tidak terbatas hanya kepada ummah. Interaksi antara Muslim
dan non-Muslim itu batasnya ditentukan oleh iman, yaitu samada iman terancam.
Selainnya ditentukan oleh Social
Contract yang menyawakan sesuatu masyarakat majmuk atau
pluralis. [al-Qur'an; surah at-Taubah]
PENUTUP
Justru di sini yang dimaksudkan dengan Ekonomi Islam
itu adalah pereknomian yang paling sukses dalam menjana kekayaan ummah.
Kemudian karena Allah mencipta mahkhluk manusia dalam penuh kepelbagaian, jadi
konteks persoalan ekonomi harus berkisar sekitar mengatasi kemiskinan bagi
mencapai kesetaraan. Zakat membolehkan pengagihan kekayaan titipan Allah dan
haramnya riba itu kepada setiap orang yang beriman menentukan keadaan yang adil
dan saksama tercapai. Dalam kehidupan yang serba mulia, umat manusia harus
berusaha -- tidak boleh tidak -- sebagai bukti keimanannya. Jadi iman
menentukan tidak ada yang rakus, tidak ada yang malas. Sadakah adalah kewajiban
dalam memastikan adanya social
safety net untuk yang tidak berupaya.
Waallahu'alam.
Acknowledgement:
Terima kasih bangeth kepada Ayu Mardhatillah karena
mengungkapkan bahasa saya yang jelek kepada Bahasa Indonesia yang serba indah
ini.